LAPORAN LENGKAP
Nama :
Ade Rosa Faisal
Kelas/Kelompok :
3C/C.1.1
Nis :
114620
Tanggal Mulai :
02 September 2013
Tanggal Selesai :
02 September 2013
Judul Penetapan :
Penetapan Bilangan Peroksida (Lemak)
Tujuan Penetapan :
Untuk menguji ketengikan minyak/lemak
Dasar Prinsip :
Bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iod(I) yang terbentuk
dari reaksi peroksida dalam minyak dengan ion iodine(I) yang sebanding dengan
kadar peroksida sampel
Reaksi :
R-OOH + KI + H2O R-OH
+ I2 + KOH
I2 + 2Na2S2O3 2NaI
+ Na2S4O6
Landasan Teori :
MINYAK
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air (hidrofobik)
tetapi larut dalam pelarut organik. Ada sifat tambahan lain yang dikenal
awam: terasa licin apabila dipegang. Dalam arti sempit, kata 'minyak'
biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau produk
olahannya: minyak tanah (kerosena). Namun
demikian, kata ini sebenarnya berlaku luas, baik untuk minyak sebagai bagian
dari menu makanan (misalnya minyak goreng), sebagai bahan bakar (misalnya
minyak tanah), sebagai pelumas (misalnya minyak rem),
sebagai medium pemindahan energi, maupun sebagai wangi-wangian (misalnya
minyak nilam).
Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada
golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya yang
polaritasnya sama.
Minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti “triester
dari gliserol”. Jadi minyak juga merupakan senyawaan ester. Hasil
hidrolisis minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak
yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
LEMAK
Lemak (bahasa Inggris: fat) merujuk pada sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak,malam, sterol, vitamin-vitamin yang larut di dalam
lemak (contohnya A, D, E, dan K),monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid (termasuk di dalamnya getahdan steroid) dan lain-lain.
Lemak secara khusus menjadi sebutan bagi minyak
hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair, yang
terdapat pada jaringan tubuh yang disebutadiposa.
Pada jaringan adiposa, sel lemak mengeluarkan hormon leptin dan resistin yang berperan dalam sistem kekebalan, hormon sitokina yang berperan dalam komunikasi antar sel. Hormon
sitokina yang dihasilkan oleh jaringan adiposa secara khusus disebut hormon adipokina, antara
lain kemerin, interleukin-6, plasminogen
activator inhibitor-1, retinol binding protein 4 (RBP4), tumor
necrosis factor-alpha (TNFα),visfatin, dan hormon
metabolik seperti adiponektin dan hormon
adipokinetik (Akh).
SIFAT DAN CIRI-CIRI LEMAK
Karena struktur molekulnya yang kaya akan rantai unsur
karbon(-CH2-CH2-CH2-)maka lemak mempunyai sifat hydrophob. Ini menjadi alasan
yang menjelaskan sulitnya lemak untuk larut di dalam air. Lemak dapat larut
hanya di larutan yang apolar atau organik seperti: eter, Chloroform, atau
benzol
Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua
pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum
eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana asam lemak
rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut
dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang
tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar
seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan
tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak
tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak
pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak
merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair
sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).
Lemak dan minyak hampir terdapat dalam semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali
ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam
pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar
panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih),
mentega dan margarin. Di samping itu penambahan lemak dimaksudkan untuk
menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. Lemak
hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak nabati
mengandung fitosterol dan lenih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1997).
Mentega menurut Winarno (1997), lemak dari susu terdiri
dari trigliserida-trigliserida butirat, dimana asam lemak butirat dan kapoat dalam
keadaan bebas akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Kerusakan lemak yang
utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal
ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan
oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida
lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau
tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil
pemecahan hidroperoksida. Kemudian dengan adanya radikal bebas ini dengan 02 membentuk
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadai senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek
oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Titik asap (smoke point) adalah temperatur dimana sampel
mulai berasap ketika berada di bawah kondisi spesifik. Cup di isi dengan minyak
atau lemak yang mendidih dan dipanaskan di kontainer yang menyala. Titik asap (smoke
point) pada temperatur yang rendah, diteruskan secara tajam oleh bluish
smoke dan menjadi menurun. Tes ini memberikan reflek material organik yang
volatil pada minyak dan lemak, terutama asam amino bebas dan sisa ekstraksi
pelarut. Minyak penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik asap
sekitar 2000C dan 3000C (Nielsen, 1998). Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu
tertentuk timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke
point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak
mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap
disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan
dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga
suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga
suhu itu lebih rendah (Winarno, 1997).
Karena tiap jenis lemak berbeda smoke point-nya,
lemak yang digunakan untuk menggoreng sebaiknya dipilih lemak yang tahan untuk
membentuk asap pada temperatur yang digunakan untuk menggoreng. Lemak yang
mengandung tambahan mono- dan di-gliserida cocok digunakan untuk membuat cake dan
kurang sesuai jika digunakan untuk menggoreng karena pada lemak tersebut
ditambahkan emulsifier pada titik asapnya. Faktor lain, selama penggorengan
juga menghasilkan suatu perubahan pada titik asap. Perkembangan dari asam lemak
bebas pada beberapa hidrolisis dari lemak selama penggorengan menyebabkan
menururnnya titik asap (Bennion & Hughes, 1975).
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak
tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom
hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom
karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum
energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek
oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa
dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan
keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno,
1997)
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah
rasa gurih dan penambah kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh
titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol
akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik
asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung
dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik
asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak (Winarno, 1997).
Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi
dari lemak dalam bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen,
frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain.
Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan
reaksi lain, seperti anion superoksida (O2) dan radikal (O2), radikal
perhidrosilik (HO2), hidrogen peroksida dan hidrosil radikal (HO). Asam
peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan
molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat. Oksidasi langsung dari lemak
oleh reaksi dengan ion logam sangat lambat dibawah kondisi normal tetapi
mungkin menjadi penting seperti inisiator dari rantai radikal bebas autoxidasi
karena ion Fe3+ atau Ca2- dapat di produksi raddikal bebas oleh
reakssi dengan asam lemak tidak jenuh, dimana tahap oksidasi dari ion metal
ditingkatkan dengan :
Ion mengandung logam yang diubah tahap oksidasinya oleh
dua elektron (Pb4+, MnO42-, CrO42-) bereaksi dengan rantai ganda dari
lemak tidak jenuh untuk membentuk asam hidroksi tetapi beberapa reaksi tidak
disukai didalam produk makanan (Nielsen, 1998).
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida
dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk
menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida
dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini
kemudian dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang
baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod.
Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di
samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali
iodida dengan oksigen dari udara (Ketoren, 1986).
Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak
yang tidak jenuh. Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat
teroksidasi. Selain itu, faktor – faktor seperti suhu, adanya logam berat dan
cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga semakin
mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat
terjadi ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati
dengan beberapa cara, salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil
penguraian senyawaan peroksida (asam – asam, alkohol, ester, aldehid, keton,
dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan
peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan
untuk menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis
makanan yang berkadar lemak rendah (Syarief & Hariyadi, 1991).
Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah
aldehid, asam bebas dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan
dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida
yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh
khususnya oleat ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak
yang tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat
menimbulkan keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam
makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak
selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa.
Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek
(C4-C12) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik (Winarno,
1997).
Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan
yang utama pada minyak dan lemak, yaitu :
Ketengikan
Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang
mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan
minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang
tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung lemak dan
minyak itu.
Hidrolisa
Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak
bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa
dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan
enzim.
Hidrogenasi terjadi karena enzim lipase menghidrolisis
lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak. Lipase dapat terkandung
secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diaktivasi dengan
pemanasan. Hidrogenasi minyak tumbuhan dilakukan untuk meningkatkan titik lebur
dan untuk memperlambat oksidasi serta kerusakan rasa selama hidrogenasi.
Beberapa asam lemak mengubah susunan alami bentuk cis menjadi trans,
ketika minyak kelapa dihidrogenasi. Sehingga jumlah isomer trans asam
lemak yang dibentuk, relatif sedikit daripada minyak tumbuhan lainnya. Lemak
yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil
terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah
margarin (deMan, 1997).
Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena
proses hidrolisa terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung
asam lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang
mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak
bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak
atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses
hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar air
tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan lemak akan
menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan asam-asam lemak
yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan
ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak
nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E (tocopherol) yang dapat
berfungsi sebagai anti oksidan.
Angka peroksida merupakan cara pengujian yang paling
sering digunakan untuk uji oksidasi lemak atau minyak. Metode iodometri yang
paling banyak digunakan untuk menentukan angka peroksida umumnya ditentukan
dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium iodida jenuh pada
suhu ruang dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam pencampuran asam asetat
dan kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium thiosulfat standar. Angka
peroksida sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol
oksigen peroksida per kilogram lemak (Pomeranz & Meloan, 1987). Peroksida
merupakan produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan
pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk
mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan
miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau
peroksida yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam
komposisi minyak (Fennema, 1985).
Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan
umumnya tidak berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya
pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Lemak tidak larut dalam
semua pelarut berair tetapi langsung larut dalam benzena, eter, kloroform,
alkohol panas, dan pelarut organik lainnya. Asam lemak rantai pendek dapat
larut dalam air dan semakin panjang rantai asam-asam lemaknya semakin berkurang
daya kelarutannya dalam air. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak
langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi
perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan
proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator
seperti Zn, Cu (Soedarno & Girindra, 1988).
Kerusakan lemak pada daging ikan dapat terjadi
karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non
enzimatik. Pemeriksaan kerusakan lemak dapat dikerjakan dengan memeriksa
kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida yang bisanya dinyatakan sebagai
angka TBA (thiobarbituric acid) (Hadiwiyoto, 1993). Selama penggorengan dengan
suhu tinggi, minyak mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol
dan selanjutnya gliserol akan terdehidrasi menjadi senyawa akrolein (Bennion
& Hughes, 1975). Lemak yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan
meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh produk hasil
hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997).
Lemak yang mengalami ketengikan akan mengandung senyawa
aldehid dan kebanyakan berbentuk malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat
ditentukan melalui proses destilasi. Malonaldehid yang terbentuk kemudian
direaksikan dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk senyawa komplek yang berwarna
merah. Intensitas warna merah sebanding dengan jumlah malonaldehid dalam
suspensi. Pengukuran intensitas warna merah ini dapat dilakukan dengan
menghitung abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 528 nm. Semakin besar angka TBA maka semakin tengik larutan yang
diuji (Sudarmadji et al., 1989).
Penambahan antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya
pembentukan buih. Pemanasan pada suhu tinggi akan mempercepat proses
autooksidasi sehingga akan terbentuk polimer. Pembentukan polimer tersebut akan
mengakibatkan kekentalan minyak menjadi naik yang nantinya dapat meningkatkan
pembentukan buih pada minyak (deMan, 1999).
ANALISIS UNTUK LEMAK DAN MINYAK
Jenis-jenis lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan
sifat-sifatnya. Pengujian sifat-sifat lemak dan minyak ini meliputi:
angka penyabunan
angka ester
angka iodin
angka Reichert Meissel
Pengujian untuk menentukan kualitas minyak, seperti:
angka asam
angka peroksida
angka asam thiobarbiturat (TBA)
kadar minyak
BILANGAN PEROKSIDA
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak
yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk
identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam
lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu
senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka
peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka
peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah
bilangan peroksida
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur
kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi
oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau
minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan
selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida
rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan
dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat
mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen
terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara,
sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi
penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan
cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan
oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi
oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi
minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan
berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada
tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas.
Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen
tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh
lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik
dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida
lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan
mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator
bahwa minyak akan berbau tengik
Alat dan bahan :
Alat
: Neraca
Buret
Erlenmeyer Asah
Bahan
: Minyak
CH3COOH
CHCl3
Etanol
KI
Aquades
Tio
Kanji
Pengamatan :
Warna sampel sebelum ditambahkan indicator kanji = coklat
Warna sampel setelah ditambahkan indicator kanji = hitam
Warna sampel setelah dititrasi = tidak
berwarna
Bobot sampel =
10049,5 mg
Volume titrasi sampel =
35.3 ml
Volume titrasi blanko =
0,8 ml
Perhitungan :
Bil. Peroksida = Vol. Titrasi Sampel – Vol. Titrasi Blanko x 8
x N Tio : Bobot Sampel
= (35,3ml – 0,8ml) x 8 x 0,02 meq/ml : 10049.5
mg
=
34,5 ml x 8 x 0,02 meq/ml : 10049,5 mg
=
5,52 meq : 10049,5 mg
=
0,000549 meq/mg
Kesimpulan :
Dari
hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida adalah 0,000549
meq/mg
Daftar Pustaka :
Makassar, 29 September 2013
Pembimbing Praktikan
(Andi Muis Patta) (Ade Rosa Faisal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar